SOLOPOS.COM - Aksi buruh di Kantor Disnakertrans DIY yang menolak Tapera pada Kamis (6/6/2024). (Harian Jogja/Catur Dwi Janati)

Solopos.com, SLEMAN – Puluhan pekerja menggelar aksi unjuk rasa di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (6/6/2024). Para pekerja itu menolak program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dan perubahan regulasi Jaminan Hari Tua (JHT) pada Undang-undang No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

“Tapera merupakan singkatan dari tabungan penderitaan rakyat. Mengapa itu penderitaan rakyat, karena kami merasa itu adalah program yang tidak akan berguna sama sekali. Maksudnya adalah meskipun kita mengiur sudah pasti dipotong setiap bulan tapi jaminan untuk mendapatkan rumah itu tidak pasti,” kata Koordinator Majelis Buruh Indonesia (MPBI) DIY, Irsyad Ade Irawan pada Kamis (6/6/2024).

Promosi Bukan Mission Impossible, Garuda!

Dia menambahkan jika Tapera hanya akan menambah potongan tiap bulan para buruh. Dengan uang yang makin sedikit karena tambahan potongan justru dinilai dapat berdampak pada penurunan daya beli.

“Jadi hanya menambah potongan tiap bulan sehingga itu kemudian akan menurunkan daya beli dari buruh itu sendiri. Jadi sudah pasti mengiur pasti rumahnya enggak dapat jadi kami menolak itu,” tegasnya.

Alih-alih mengaktifkan skema Tapera, Irsyad malah menilai seharusnya pemerintah membangun perumahan bersubsidi terlebih dahulu. Perumahan bersubsidi ini diberlakukan dengan DP 0% kemudian dicicil maksimal 30% dari UMP atau UMK yang berlaku.

“Kalau program perumahannya yang seperti itu kami yang setuju, bukan dipotong-potong enggak jelas rumahnya dan rentan dikorupsi itu yang pertama,” katanya.

Irsyad menambahkan bila kebijakan Tapera diterapkan pada UMR Jogja, butuh ratusan tahun untuk mengakses Tapera.

“Makanya kalau misalnya 20 tahun itu nanti cuma bisa sekitar Rp24 juta sampai Rp25 juta itu perlu ratusan tahun misalnya untuk bisa mengakses [rumah] dari Tapera,” ujarnya.

Menurut Irsyad, harusnya buruh mendapatkan upah yang layak terlebih dahulu. Tanpa upah yang layak dan harga tanah yang mahal, penerapan Tapera dinilai tak masuk akal.

“Upah buruh yang sangat murah kemudian harga tanah yang mahal maka tabungan Tapera itu tidak masuk akal. Yang paling masuk akal adalah dua, satu pemerintah menaikkan dulu upah buruh secara signifikan, kemudian yang kedua adalah membangun perumahan buruh bersubsidi,” katanya.

Selanjutnya soal JHT, Irsyad mewakili para buruh menolak revisi terbaru aturan JHT. Dulu JHT bisa dicairkan jika pensiun atau berhenti bekerja. Termasuk bisa dicairkan ketika pekerja kena PHK atau mengundurkan diri maupun berakhirnya kontrak kerja.

Sementara dengan undang-undang yang baru pekerja harus membuat dua akun, akun akun utama dan akun tambahan.

“Nah yang bisa dicairkan cuma di akun tambahan sementara kan kalau misalnya buruh itu ter-PHK atau kehilangan pekerjaan maka dia harus mendapatkan uang kes yang cukup banyak. Satu untuk bertahan hidup dan yang kedua untuk misalnya memulai jenis usaha baru atau wiraswasta,” ungkapnya.

Berita ini telah tayang di Harianjogja.com dengan judul Tolak Tapera, Puluhan Buruh DIY Datangi Kantor Disnakertrans

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya