SOLOPOS.COM - Ilustrasi kegiatan pertambangan. (Freepik.com)

Solopos.com, GUNUNGKIDUL – Aktivitas penambangan yang diduga ilegal di Padukuhan Sumberan, Kalurahan Tancep, Kapanewon Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, diprotes warga. Penambangan ilegal itu dikhawatirkan dapat menghilangkan sumber air di sana.

Padahal, padukuhan itu menjadi lokasi rawan kekeringan dan menjadi langganan dropping air.

Promosi Tragedi Bintaro 1987, Musibah Memilukan yang Memicu Proyek Rel Ganda 2 Dekade

Seorang warga Sumberan, Antok, mengatakan daerahnya memang setiap tahun kesulitan air. Kebutuhan air ini bukan hanya untuk konsumsi saja, tetapi juga pengairan lahan pertanian.

“Dulu, lahan bisa dipakai untuk palawija, sekarang tidak bisa. Lahannya rusak. Tinggal batuan padas saja,” kata Antok ditemui di Balai Kalurahan Tancep, Senin (24/6/2024).

Dia menceritakan aktivitas penambangan itu dimulai sejak Senin (13/5/2024). Tanah yang ditambang itu rencananya untuk kebutuhan urug pembangunan proyek jalan tol Jogja-Solo. Namun, penelusuran Antok dan warga lain justru menunjukkan tanah tersebut dijual untuk umum.

Tanah itu berstatus sertifikat hak milik (SHM). Ada tiga warga yang memiliki. Menurut Antok, warga pemilik tanah akan mendapat Rp10.000 per rit.

“Dua hari yang lalu, pohon-pohon sudah ditebang juga. Kami dari warga masih berusaha menolak itu,” katanya.

Antok bersama warga Padukuhan Sumberan lain juga telah melaporkan aktivitas penambangan tersebut kepada Lurah Tancep dan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral (DPUP-ESDM) Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lurah Tancep, Yudianto, mengaku baru mengetahui ada aktivitas penambangan setelah 21 warga Padukuhan Sumberan mendatangi kalurahan pada Kamis (16/5/2024). Mereka menolak aktivitas penambangan.

Sehari setelahnya, Pemerintah Kalurahan (Pemkal) Tancep bersama Bhabinkamtibmas memberikan imbauan kepada penambang agar penambang melengkapi dokumen persyaratan penambangan.

Sepekan setelahnya, penambang mengumpulkan warga dan pihak terkait. Dalam pertemuan itu, warga sepakat menolak aktivitas penambangan. Pekan lalu, aktivitas tambang ternyata masih berlangsung.

“Menurut PT, ketika mereka menggelar pertemuan di Padukuhan Sumberan bersama warga, mereka telah memiliki izin. Tapi kami tidak diberi dokumen izin itu juga,” kata Yudianto.

Pemkal pun tidak berwenang untuk memberi izin aktivitas penambangan. Sebab itu, Yudianto juga berkoordinasi dengan DPUP-ESDM DIY.

Kepala DPUP-ESDM DIY, Anna Rina Herbranti, mengaku bahwa aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT. KLA memang tidak memiliki dokumen lingkungan hidup. Jawatannya pun telah mengirim surat ke PT tersebut.

Dalam surat bernomor 500.10.2.3/20 tertanggal 7 Juni 2024, Anna meminta PT. KLA untuk menghentikan kegiatan penambangan sebelum kelengkapan izin dipenuhi. Pelanggaraan terhadap surat imbauan itu berakibat pemberian sanksi.

Dalam surat diterangkan bahwa luas lahan yang menjadi area pertambangan sekitar 8,7 hektare (ha) dengan komoditas tanah urug. Meski tidak ada dokumen lingkungan, namun PT itu telah memiliki surat penambangan batuan (SIPB).

“Benar itu belum ada dokling [dokumen lingkungan]. Tahu-tahu kok sudah ada penambangan. Dulu sempat berhenti setelah kena teguran. Penindakan jadi kewenangan APH [aparat penegak hukum], karena itu ilegal. Kami kan dari sisi pengawasan,” kata Anna.

Berita ini telah tayang di Harianjogja.com dengan judul Dinilai Ilegal dan Ancam Sumber Air, Penambangan di Sumberan Ngawen Ditolak Warga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya