SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dedi Gunawan/JIBI/Bisnis Indonesia)

Solopos.com, JOGJA – Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) mendesak agar organisasi masyarakat (ormas) keagamaan menolak pemberian izin konsesi tambang.

Ketua Bidang Hikmah Politik Kebijakan Publik DPD IMM Daerah Istimewa Yogyakarta, Pramudya Ananta, menegaskan ada beberapa dampak negatif dari Undang-undang Mineral dan Batubara (Minerba) selain kerusakan lingkungan. Seperti sentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah beralih ke pemerintah pusat, kemudian risiko kriminalisasi bilamana menolak perusahaan tambang.

Promosi Yos Sudarso Gugur di Laut Aru, Misi Gagal yang Memicu Ketegangan AU dan AL

“Ketiga, perusahaan tambang tetap bisa beroperasi meskipun terbukti merusak lingkungan, dan terakhir perusahaan tambang dapat mengeruk keuntungan sebanyak mungkin dan mendapat jaminana royalti 0 persen,” kata dia dalam keterangan tertulis, Jumat (28/6/2024).

Dari sisi lingkungan, hilirisasi pertambangan mineral kritis seperti nikel telah menyebabkan deforestasi hingga 25.000 hektare dalam 20 tahun terakhir.

Jumlah ini akan terus meningkat, mengingat data Walhi mengatakan pemberian luas konsesi pertambangan nikel di dalam kawasan hutan mencapai 765.237 hektare yang diperkirakan akan menambah 83 juta ton emisi CO2.

Merujuk data Global Energy Monitor, sektor pertambangan batu bara faktualnya telah menghasilkan metana. Indonesia telah menghasilkan metana sebesar 58 juta ton CO2e20 per tahun yang menempatkan Indonesia menjadi negara penghasil metana terbesar ke-8 di dunia.

Kondisi ini diperparah jika ekstraktivisme terus dijalankan tanpa henti. Hal ini, makin diperparah dengan disahkannya revisi Peraturan Pemerintah No. 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara guna memuluskan kepentingan rezim memperbolehkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan melakukan aktivitas pertambangan.

“Dalih pemerintah memberikan izin tambang kepada ormas keagamaan adalah faktor kepedulian supaya ormas keagamaan mampu mandiri. Dalih ini sungguh problematik karena seakan menidurkan ormas keagamaan untuk menormalisasi keadaan krisis sosial-ekologis maupun krisis iklim akibat dari ekstraktivisme pertambangan,” katanya.

Temuan DPD IMM DIY yang diolah dari Minerba One Data Indonesia (MODI), telah terdapat jumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Indonesia mencapai 4.135 IUP per tanggal 10 Juni 2024.  Kemudahan mengobral IUP, rendahnya pengawasan, dan penegakan hukum di lapangan menjadikan daya rusak pertambangan semakin masif.

Kebijakan pemberian konsesi terhadap ormas selain dari merusak lingkungan juga berpotensi memicu konflik internal di dalam ormas keagamaan.

“Kami khawatir kebijakan ini akan mengakumulasi permusuhan di antara elit ormas karena ketegangan dapat timbul dari perebutan kekuasaan dan keuntungan yang dihasilkan oleh konsesi pertambangan,”  katanya.

Berdasarkan temuan dan pandangan tersebut, DPD IMM DIY merekomendasikan pertama, seluruh ormas keagamaan untuk menolak pemberian konsesi pertambangan; kedua, membatalkan PP No. 96/2021 melalui jalur hukum yang telah ditentukan; ketiga, Pemerintah Indonesia agar berhenti melakukan praktik industri ekstraktif.

Berita ini telah tayang di Harianjogja.com dengan judul Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah DIY Serukan Ormas Tolak Konsesi Tambang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya